WEDNESDAY'S CORNER

mb nini's birthday @bebek h. slamet
Madiun,
Obrolan selepas istirahat siang senin kemarin...

Semangkuk mie instan dan segelas es good day vanilla latte menjadi pilihanku siang ini untuk menenangkan perutku yang sedari pagi minta diisi. Disamping mangkuk mie, ada kulit pisang rebus yang isinya sudah kumakan sebelum menyantap makan siangku. Ini tidak mengenyangkan bagiku, tentu saja, aku perlu nasi. Tetapi menu hari ini tidak menarik perhatianku. Ya sudahlah, yang penting perutku tidak memberontak. 

"Hasil tes Lingga gimana Bu?" aku iseng bertanya pada ibu kantin tempat aku menikmati semangkuk mie instan T_T. Lingga adalah anak bungsunya yang baru lulus SMA dan sedang mengikuti ujian masuk universitas.

"gak lolos mbak, temennya yang bareng tes gak ada yang lolos" ibu kantin duduk menungguku menghabiskan es kopi yang kupesan. "tahun depan dicoba lagi saja Bu, siapa tahu lolos" aku bicara mudah saja. "Kalau anaknya masih mau mbak, Lingga itu susah-susah gampang mbak. Sebagai orang tua cuma bisa mengarahkan. Tapi kadang bapaknya suka memaksa dan bicara tidak melihat kondisi anaknya, jadi akhirnya sering bertengkar" bu kantin mulai cerita, dan aku masih saja mengaduk-aduk es good day vanilla latte yang tinggal setengah gelas. Diantara varian kopi good day, vanilla latte adalah favoritku. Tidak ada alasan spesial, suka saja. Rasa kopinya ringan.

"Padahal kalau bicara sama saya itu, anaknya bisa cerita apapun. Tapi kalau sama bapaknya beda" bu kantin melanjutkan percakapan ini. "Terus rencananya pengen kuliah dimana Bu?" aku mencoba mengembalikan topik pembicaraan. "Belum tahu mbak, kalau bapaknya pengennya di sini saja, di Poltek (politeknik). Tetapi anaknya tidak mau karena cuma Diploma III, pengennya Sarjana. Sedangkan kalau di sini yang negeri kan cuma Poltek. Kalau ke luar kota pertimbangan bapaknya biaya juga. Maksud saya, kalau memang sudah niat menyekolahkan anak, masalah biaya tidak perlu dibicarakan kepada anak. Kasian anak juga, jadi kepikiran. Akhirnya anak jadi bingung mau kemana, kemarin sempat bilang 'aku di rumah saja kalau gitu'. Nah, tadinya anaknya pengen kuliah jadi berpikir lagi" bu kantin masih menungguku sembari duduk di kursi besi tua yang mencoba menahan berat badannya. Aku mendengarkan sembari menghabiskan mie instanku. Hanya tersisa kuah dan beberapa batang sawi hijau.

"Memangnya, ke depan pengennya kerja dimana Bu? Swasta, negeri, atau usaha sendiri?" aku mencoba mencari info lebih dalam, bukan karena kepo (knowing every particularly object = orang yang serba ingin tahu/sok tahu) hanya karena siapa tahu aku bisa membantu memberi pertimbangan. "Kemarin saya tanyain pengennya kerja di kantoran mbak, makanya pengen ambil akuntansi." Aku mengambil tissu dan mengelap beberapa serpihan makanan di meja. "Oh, kalau pengen kerja di swasta sebaiknya pilih universitas yang baik, yang kredibilitasnya tidak diragukan, karena biasanya perusahaan swasta sewaktu merekrut orang juga mempertimbangkan asal universitasnya. Tetapi kalau mau jadi PNS, asal lolos tes dan masuk kualifikasi yang disyaratkan, tidak masalah universitas apapun." aku hanya berbagi apa yang pernah aku tahu. Tidak ada salahnya, barangkali membantu, kalau ternyata salah dan tidak sesuai semoga bisa mendapat info yang benar dari orang lain. "Begitu ya mbak... Nanti saya sampaikan ke anak saya mbak, siapa tahu jadi pertimbangan juga" bu kantin sepertinya menerima omonganku. "Dan usahakan IPK minimal 3,01. Kalau kita sudah mengantongi IPK 3 ke atas, setidaknya itu sudah menjadi modal awal kita untuk mencari pekerjaan. Jangan sampai kita tidak memiliki kesempatan hanya karena syarat nilai pendaftaran tidak kita penuhi." aku hanya menyarankan saja, hal yang dulu pernah dikatakan orang tuaku padaku. Jangan sampai menyesal kemudian hari hanya karena aku seharusnya punya kesempatan tapi menjadi tidak memilikinya karena syarat pertama tidak kupenuhi.

"Ya mbak, nanti saya bilang sama Lingga. Kalau yang bilang saya kadang tidak percaya mbak, tapi kalau nanti saya bilang yang bilang mbak Ita, baru percaya. Namanya orang tua mbak, pengennya anaknya bisa mencapai cita-citanya. Biarpun harus pinjam sana sini, membuang rasa malu yang penting anak sukses. Tapi bapaknya kan sifatnya keras mbak, maksud saya kalau mau bicara sama anak harus lihat situasi dulu, jangan dalam keadaan tidak mood diajak bicara. Akhirnya anak malah jadi tidak semangat sekolah. Terutama soal biaya mbak, saya sudah bilang jangan bilang soal biaya sama anak, kalau sudah berniat menyekolahkan anak ya diusahakan, yang penting anak niat dan yakin sama cita-citanya. Tapi kadang malah saya bertengkar sama bapaknya gara-gara ini. Namanya ibu dan bapak itu memang beda mbak. Dan namanya orang tua itu doanya cuma satu, anak-anaknya bisa meraih mimpi mereka." aku tersenyum mendengar perkataan ibu kantin. Ya, aku tahu. Meskipun aku belum menjadi orang tua, sekarang aku sudah tahu bagaimana perjuangan orang tua untuk anak-anaknya. Apapun yang mereka lakukan, hanya untuk anak. Dulu aku tidak begitu peduli dengan hal itu. Aku masih anak usia sekolah, usia belasan tahun, usia pencarian jati diri. Jika aku berkeinginan dan ditentang orang tuaku, aku hanya bisa menyalahkan orang tuaku jika dikemudian hari terjadi hal yang tidak diinginkan. Aku hanya bisa menganggap orang tuaku tidak memahamiku, orang tuaku egois, memaksa kehendak mereka padaku. Tapi sekarang aku tahu, sangat tahu. Aku ada hari ini, di tempat ini, menikmati mie instan dan segelas es kopi, dan berbincang santai dengan ibu kantin adalah karena orang tuaku, karena ke'egois'an orang tuaku padaku. Aku berterima kasih, tanpa pernah bisa kuungkapkan. Berapapun aku ingin membayar rasa terima kasihku pada orang tuaku, aku tahu aku tidak akan pernah mampu membayarnya. Seumur hidupku, seluruh hidupku, aku tidak akan pernah bisa. Bahkan hingga detik ini, orang tuaku masih saja berkorban banyak hal untukku. Tanpa bicara apapun, tanpa memberitahuku, tanpa memintaku membayarnya. Sampai kapanpun, aku tahu orang tuaku akan selalu sama, melakukan ke'egois'an mereka padaku, untuk kebaikanku.

Lalu, bagaimana bisa aku bersikap tidak baik pada orang tuaku dan orang tua orang lain jika aku tahu mereka selalu menyimpan sendiri pengorbanan mereka tanpa pernah terkatakan kepada anak-anaknya. Aku mencintaimu Ibu, aku mencintaimu Bapak, tanpa pernah bisa kukatakan. Kalian tahu, aku selalu gengsi untuk mengatakan bahwa aku mencintai kalian. Terima kasih atas apa yang kalian lakukan padaku. Semoga Allah swt selalu melindungi dan memberi kebahagiaan dimanapun Ibu dan Bapak berada. Mungkin hanya doa ini yang bisa kuberikan untuk membalas pengorbanan kalian. Hanya sebuah doa.

"Rasulullah SAW bersabda : engkau dan semua hartamu adalah milik Ayah Ibumu" 
(H.R Ibnu Majah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART