Ayahku Pencuri


"aku tidak punya ayah"
"ooo...,maaf, aku tidak tahu kalo..."
"sudahlah, nggak pa-pa"

aku ngeloyor begitu saja meninggalkan arena gosip itu. ya arena gosip yang tidak ku suka.

"ayah Yesa kan dah meninggal lama, tahu nggak penyebabnya,?"

bisik-bisik didepan kelas itu masih bisa ku dengar dengan jelas. Walaupun ada tembok yang menghalangi, entah mereka sengaja atau tidak bersuara agak keras menggunjingkan tentang ayahku.

"oya,? aku tidak tahu"
"ah, kau ini kemana saja,? seluruh sekolah juga tahu ayah Yesa meninggal dipukuli orang sekampung"
"dipukuli orang sekampung,?"
"iya... ayahnya ketahuan mencuri"
"apa,? mencuri,? aku tidak tahu"
"ketinggalan berita kamu, makanya gaul dong..."
"jangan-jangan waktu Nela kehilangan uang Yesa yang ambil, buah jatuh nggak jauh dari pohonnnya kan,?"
"hush, kamu ini mikir yang nggak-nggak aja"
"tapi memang iya kan,? di sekolah ini mana ada anak pencuri selain Yesa"
"hahahahaha"

Dasar mak-mak rumpi, aku berusaha cuek saja dengan obrolan mereka. Aku sudah terlalu biasa dengan situasi seperti ini. Awalnya risih, bahkan ibuku sering dipangggil kepala sekolah gara-gara aku sering buat onar. Tapi mereka yang memulai duluan, mereka tidak tahu siapa ayahku, mereka tidak berhak mengatakan apapun tentang ayahku. Dulu, ya dulu sebelum aku mulai terbiasa dengan ocehan mereka.
Kulihat jam dalam kelas menunjukkan pukul 09.30 sebentar lagi jam istirahat selesai, daripada mendengarkan obrolan nggak jelas teman-temanku diluar kelas sana, aku ambil buku bahasa indonesiaku. Aku lihat tugas mengarangku. Aku tersenyum, puas dengan hasil mengarangku. Kalau bel pelajaran berbunyi, aku siap mempresentasikannya depan teman-temanku.
teet teet teet.
bel tanda istirahat berbunyi, teman-temanku mulai masuk berhamburan. Tak lama, Bu Widya guru bahasa indonesiaku sudah berdiri di depan kelas.

"selamat pagi anak-anak.., silahkan tugas mengarang minggu kemarin dikumpulkan dan bagi yang sudah siap, bisa langsung mempresentasikan hasil mengarangnya"
suara lembut nan renyah dari Bu Widya membuatku bersemangat. Seorang teman mengumpulkan tugas masing-masing siswa dan menyerahkannya pada Bu Widya. Bu Widya tampak tersenyum melihat tidak ada yang lupa pada tugas yang diberikannya.

"sekarang, siapa yang akan memepresentasikan hasil mengarangnya?"

tanpa menunggu lama, aku langsung mengangkat tangan menyanggupinya.

"saya Bu"
"oke. silahkan Yesa" Bu Widya terlihat sangat ramah.

Aku berdiri dan maju ke depan. Sekilas ku dengar bisik-bisik dari beberapa temanku. Entah mereka mengatakan apa, aku tak peduli. Semoga setelah ini, mereka bisa sedikit, ya sedikit saja mengerti siapa ayahku.

"apa tema yang kau pilih Yesa?"
"ayah saya Bu"

seisi kelas langsung ribut mendengar jawabanku. Bu Widya sendiri tampak sangat terkejut, tapi lalu tersenyum tulus. Dan mengangguk mempersilahkan aku berbicara. Ini adalah waktu milikku. Aku bebas berbicara apapun tentang hasil mengarangku. Dan tak ada yang akan memprotes.

"Aku bangga punya ayah seperti ayahku." Kalimat pertama langsung membuat gaduh seisi kelasku.
"ayahnya pencuri"
"huh, dasar aneh mana ada pencuri membanggakan"
"anak pencuri"
"ayahnya mati akibat perbuatannya"
"kasian"

Aku kembali fokus. Aku sudah terbiasa, terbiasa dengan bisik-bisik mereka. Walaupun aku tak menampik, aku masih sering merasa sakit hati.

"Ayahku adalah ayah yang sangat hebat. Walaupun aku hanya diberi kesempatan bersamanya 10tahun, tapi ayahku adalah pahlawan. Ayah adalah pahlawan bagi keluarga kami. Ayahku hanya seorang buruh. Ayah bekerja dipabrik orang, ayah sangat jujur dan pekerja keras. Tetapi, ayahku akhirnya terkena PHK akibat krisis. Pabrik tempat ayah bekerja bangkrut. Waktu itu aku masih berusia 8tahun dan adikku masih berusia 2tahun. Ibu bekerja sebagai buruh cuci yang tidak pasti. Kerjanya tiga hari sekali, itupun kalau ada orang yang baik hati mau dibantu mencucikan pakaiannya. Ayahku, setelah di PHK terus berusaha mencari pekerjaan. Pekerjaan apapun ayah lakukan. Mulai dari pemulung, sedot wc, bahkan tukang sapu rumah orang. Apapun itu, ayah selalu berusaha menafkahi kami dengan uang halal. Walaupun kami hidup dengan sangat sederhana, bahkan bisa dibilang kami miskin tapi ayah selalu mengatakan padaku, nak... kita orang miskin, tapi miskin harta bukan miskin hati. Maafkan ayah yang tidak bisa memberimu apa-apa. Kau harus belajar sungguh-sungguh, jangan pernah berkecil hati. Kelak kau akan jadi orang yang berguna, dan jangan pernah melupakan asalmu. Begitu ayahku selalu bilang. Waktu berusia 4tahun adikku sakit. Dia harus dirawat di rumah sakit. Penghasilan ayah dan ibu yang cukup untuk makan saja tidak bisa membayar biaya rumah sakit. Adikku belum bisa pulang kalau uang rumah sakit belum dibayar. Ayah berusaha mencari pinjaman, tapi tidak ada yang memberi pinjaman dengan alasan ayah tidak mungkin mampu mengembalikan uang itu. Setelah seminggu adikku di rumah sakit, akhirnya dia diijinkan pulang. Aku tidak tahu ayah dapat uang dari mana. Sehari setelah adikku pulang ke rumah, aku mendapat kabar ayah dipukuli warga kampung. Aku dan Ibu sangat terkejut dan menyusul ke tempat ayah dipukuli warga. Ayah babak belur, kata warga ayah mencuri TV Pak Samsul kemarin lusa. Polisi juga ada ditempat kejadian, mereka membawa ayah ke rumah sakit karena kondisi ayah yang kritis. Selama perjalanan ke rumah sakit, dengan terbata-bata ayah menjelaskan semua. Ya, ayahku memang pencuri. Ayah terpaksa mencuri, demi biaya rumah sakit adikku. Ayahku minta maaf berkali-kali pada Ibu dan aku. Ayah juga sempat bilang jika suatu hari kami diberi rejeki, ayah minta untuk mengganti TV itu pada Pak Samsul. Ayah benar-benar minta maaf karena telah mencuri. sebelum ayah meninggal, ayah berpesan padaku. Anakku, maafkan ayah untuk kesekian kalinya. Ayah bukan ayah yang bisa memberimu teladan yang baik. Kau jangan meniru perbuatan kotor ayah, tapi jika kau melihat ada kebaikan pada diri ayah jadikanlah teladanmu. Waktu itu aku tidak begitu mengerti, diusiaku yang masih 10tahun.Ayahku meninggal diperjalanan. Sejak itu, sesuai amanat ayah... aku dan ibu bekerja dan menabung sedikit-sedikit untuk mengganti tv Pak Samsul. Memang, hingga sekarang 3tahun setelah kejadian itu kami belum bisa menggantinya. Tapi kami janji akan menggantinya. Ayah memang pencuri, tapi dia pahlawan kami. Semua orang mengenalnya sebagai pencuri yang meninggal dikeroyok massa. Itu memang benar, tapi bagiku ayah tetap pahlawan. Ayah pahlawan. Dan aku, tidak pernah malu mengakuinya sebagai ayahku."

ku lihat mata-mata yang menatapku. aku tak tahu apa yang mereka pikirkan. Banyak diantara mata-mata itu berkaca-kaca menatapku. Mungkin terharu, mungkin juga merasa bersalah selama ini sering memperolok aku.

"Aku tidak pernah menyalahkan siapapun yang memanggil ayahku pencuri, karena aku tahu memang ayahku pencuri"

aku mengakhiri kalimatku. Aku melihat ke arah Bu Widya. Bu Widya tampak terharu sekali, beliau mengusap matanya dan tersenyum. Lalu memberikan applaus yang diikuti teman-temanku. Aku lega, aku telah mengatakan apa yang ingin ku katakan. Ibuku benar, aku tidak boleh marah pada teman yang suka memperolokku. Mereka hanya tidak tahu siapa ayahku, karena aku juga tidak pernah mengatakan siapa ayahku. Sekarang aku sudah mengatakannya. Dan aku juga tak memaksa teman-temanku untuk sependapat denganku kalau ayahku pahlawan. Bagaimanapun juga mencuri tetaplah mencuri, tetapi lepas dari itu semua pasti ada sebab akibatnya. Banyak sekali orangtua dinegeri ini yang menggadaikan kebebasannya dengan kehidupan penjara demi sebotol susu anaknya, bahkan kehormatan dan nyawa dipertaruhkan. Tapi apapun itu, manusia tetaplah manusia. Hanya Tuhan yang berhak mengklaim dan memberikan pahala atau dosa. Karena Tuhan menciptakan manusia dengan cinta, pasti ada cinta dalam setiap manusia. Sejahat apapun itu, Hittler yang dikenal berdarah dingin saja sangat menyayangi anak-anak. Entah itu tulus dari hati atau hanya pura-pura tetap saja kebaikan adalah kebaikan.

Komentar

  1. aku terharu ta, mataku berkaca-kaca..

    dimana-mana orangtua selalu mendahulukan kebahagiaan anaknya..jadi pengen pulang..sudah sebulan g pulang

    BalasHapus
  2. yups..., itulah orangtua.... hiks, jadi inget ayahku, ibuku.... alhamdulillah mereka nggak harus mencuri demi aku...,

    BalasHapus
  3. manusia tetaplah manusia. Tuhan yang berhak mengklaim pahala atau dosa. Very like this.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART