HATI SELUAS SAMUDERA #5


Madiun,
04 Mei 2011, 10.25 wib



"berikan hak kami"
"kami ingin kepemimpinan yang transparan"
"no kkn, basmi tikus-tikus kampus"


Aku menatap keluar jendela dari ruangan dingin yang sekarang tak lagi memberikan kesejukan. Keringatku keluar, aku sendiri tak tahu harus bagaimana. Aku beranjak duduk di kursi empuk yang selalu menjadi kebanggaanku sebelum dua hari lalu. Kuusap peluh di dahiku yang seolah tak ingin membuatku tenang. Banner, suara-suara, juga orasi dari ratusan mahasiswa di bawah membuatku teringat akan masa mudaku. Ah, waktu itu aku merasa sangat gagah dan sangat pahlawan. Aku tak pernah tahu bagaimana rasanya berada dikursi ini, waktu itu yang kutahu aku adalah pembela hak-hak kaum teraniaya. 20tahun lalu, saat aku masih duduk di semester enam fakultas hukum universitas ini. Mahasiswa hukum yang kritis dan selalu membela rakyat kampus.

20tahun lalu,
Aku dan teman-temanku sepakat mengadakan demonstrasi hari itu. Menuntut mundurnya sang Rektor yang dinilai tidak lagi bisa menjadi pemimpin kampus ini. Diskusi-diskusi yang sering kulakukan bersama teman-temanku membuat kami berpikir lebih kritis. Kami bukan anak TK, kami mahasiswa ya Maha-Siswa, bahkan presiden Soeharto saja lengser karena kami... kami memiliki kekuatan yang tak bisa diremehkan, kesejahteraan semu rakyat yang diberikan presiden masa itu akhirnya bergeser menjadi kehidupan nyata masyarakat kalau tidak ingin dibilang kemiskinan. Bangga,? awalnya iya... tapi akhirnya semua sama saja, presiden-presiden berikutnya juga jauh dari harapan kami. Janji-janji kesejahteraan seperti sesuatu yang biasa dan tak bisa dipercaya lagi.

hari itu aku dan ratusan mahasiswa lain yang bergabung dalam demonstrasi itu menuntut mundur sang rektor dari kampus ini, banyak alasan di dalamnya. Biaya kuliah yang terus naik tanpa ada perubahan fasilitas kampus dan peningkatan prestasi, program-program yang kami nilai sangat memberatkan kami yang mahasiswa kere, dan puncaknya terdengar kabar rektor menikam dana jutaan rupiah yang seharusnya untuk perbaikan fasilitas kampus ke dalam perutnya. Berbagai tulisan kami buat, berbagai seruan yel-yel kami suarakan, dan berbagai atraksi kami pertunjukan, mulai dari treatikal sampai bakar ban dan puncaknya membajak mobil mewah sang rektor.

perjuangan itu tidak mudah, aku dan mahasiswa lain melakukan demo hingga seminggu sampai akhirnya rektor mengalah menuruti keinginan kami. Entah sudah berapa banyak fasilitas kampus waktu itu yang kami rusak. Sebanding,? waktu itu aku berpikir ya... aku pahlawan, teman-temanku bersorak atas kemenangan kami. Hingga terpilih rektor baru, yang awalnya tampak bersih dan baik di mataku. Meskipun biaya kuliah tetap terus melambung dengan alasan perbaikan dan pembangunan fasilitas baru, setidaknya kami merasa puas bisa menyingkirkan tikus kampus. Benarkah,? seminggu kami kehilangan tambahan ilmu akibat demonstrasi, seminggu banyak mahasiswa yang mengeluh ketakutan melihat kebrutalan kami merusak mobil dan barang-barang yang kami anggap simbol kerakusan sang rektor, tapi aku tak pernah peduli, yang kupikirkan hanya satu ini demi kebaikan seluruh kampus... aku ragu..,

"tok tok.. tok tok.." suara ketukan pintu mengembalikan kesadaranku. Sekarang, 20tahun kemudian aku duduk di kursi ini. Kursi yang dulu pernah di duduki tikus kampus yang kuusir bersama teman-temanku.
"masuk" aku mencoba bersikap tenang. Seorang laki-laki muda terpelajar muncul di depanku, dia wakilku di sini. Aku tahu dia memiliki dedikasi tinggi dan loyal terhadap kampus ini, sama sepertiku beberapa tahun lalu ketika aku belum duduk di kursi ini.
"maaf pak.., apa yang akan bapak lakukan,?"
aku diam, aku sendiri tak tahu harus bagaimana. Aku tak tahu kalau masalahnya akan seperti ini. Program yang kurencanakan dengan niat membangun kampus ini ternyata tak seperti yang kuharapkan. Kegagalan program itu justru membuat buruk keadaan kampus ini, dan akibatnya dinilai aku terlalu lemah dan mengambil keuntungan dari program itu. Padahal, aku tidak bermaksud demikian. Mobil, rumah yang ku dapat dari hasil kerja kerasku ikut jadi andil alasan mereka.
"kau masih percaya padaku,?" aku tahu ini keputusan yang berat.
laki-laki di depanku menatapku dan mengangguk.
"aku selalu percaya pada bapak, bapak orang baik" kata-katanya menguatkan aku, walaupun sebenarnya tak seratus persen benar. Aku bukan orang baik, aku gagal. Bahkan, aku pernah makan dari uang yang tidak baik hanya demi perutku yang tak pernah puas. Hanya sekali itu, dan semua yang kulakukan untuk kampus ini tak berharga lagi. Aku tikus kampus, aku menertawakan diriku sendiri. Inilah aku sang tikus kampus, yang 20tahun lalu berkoar-koar membasmi tikus kampus. Aku terdiam, seharusnya aku membasmi tikus - tikus yang ada dalam tubuhku sebelum aku berkoar-koar seperti pahlawan. Inilah kesalahan terbesarku, aku tak pernah tahu diriku sendiri... aku sibuk mengkritik orang lain tanpa pernah sempat mengkritik diriku sendiri, aku sibuk membasmi tikus di rumah orang lain tanpa pernah memikirkan tikus yang bersarang di rumahku sendiri, hingga puncaknya aku harus menjadi seorang pecundang hari ini. Aku harus rela membiarkan semua pengorbanan yang kulakukan dilupakan dengan cara seperti ini. Setelah ini, aku yakin mereka akan mengenangku sebagai seorang tikus kampus bukan pahlawan kampus seperti 20tahun silam. Kehidupan ini benar-benar panggung sandiwara, orang hanya akan mengingat ending ceritanya tanpa mengingat alurnya. Kejam,? tentu saja tidak, ini adil...

"bapak mau ke mana,?" laki-laki itu tampak bingung tak mengerti ketika aku bangkit dari kursiku dan hendak keluar. Aku hanya tersenyum.
"bukankah kau selalu bilang percaya padaku,? aku orang baik kan,?" aku tersenyum menertawakan kata-kataku sendiri. laki-laki itu hanya mengangguk dan mengikuti tanpa berkata apa-apa. Aku keluar menemui para mahasiswa itu, diluar dugaanku, banyak benda-benda terbang ke arahku. Security kampus dengan sigap meredam mereka dan mencoba melindungiku. Apakah mereka benar-benar melindungiku,? percaya padaku,? atau hanya karena itu tugas mereka, walaupun mereka sebenarnya menbenciku,? sudahlah,,, itu tak penting...

"saya harap kalian semua menghentikan ini semua" aku mulai pembicaraanku. Tak pernah ada yang berubah 20tahun lalu maupun sekarang, aku tetap seorang diplomator yang hebat.
kulihat suasana lebih terkendali, inilah saatnya aku membuat ending cerita ini. Kutatap lekat satu per satu wajah di depanku, wajah-wajah muda yang penuh intelektual dan juga emosi.
"melihat kalian... membuatku kembali melihat diriku 20tahun lalu, kalian mahasiswa yang hebat. Saya akan memenuhi permintaan kalian. Saya tahu saya sudah gagal, tapi saya akan selalu mensupport kalian. Ingatlah, kalian sama seperti saya 20tahun lalu. Satu dari kalian mungkin 20tahun ke depan juga akan ada di posisi saya, bahkan mungkin beberapa dari kalian lah yang akan jadi pemimpin bangsa ini. Untuk itu, pesan saya hanya satu. Ingatlah selalu hari ini anak-anakku..!!! ingatlah hari ini dimana kalian memperjuangakan hak teman-teman kalian, dimana kalian memperjuangkan keadilan...!!! agar kalian tidak lupa dengan mereka yang kalian perjuangkan, agar 20tahun lagi kalian tidak mengulangi kesalahan saya, agar kalian tidak merasakan menjadi seorang yang gagal seperti saya" ah, rasanya semangatku kembali muncul. Aku merasa lebih muda 20tahun. Aku tersenyum puas, kulihat wajah-wajah mereka mulai memudar dengan emosi masing-masing. Banner-banner yang mereka angkat tinggi-tinggi kini mereka turunkan.
"terima kasih kalian telah mengingatkan saya...!!! terima kasih..." aku tersenyum untuk terakhir kalinya, ku langkahkan kakiku dengan sangat ringan. Laki-laki di sampingku masih mengikutiku masuk ruangan. Dia hanya diam tak berkata apa-apa. Aku mengambil tas kerjaku, foto keluarga bersama istri dan anak-anakku di meja kerjaku ku tatap sesaat, aku tersenyum... dan ku masukkan ke dalam tas ku. Ini keputusan yang terbaik, sudah saatnya aku kembali pada kewajibanku sebagai ayah dan suami. Aku tahu, selama beberapa tahun terakhir ini, sejak aku jadi rektor aku menjadi sangat jauh dari mereka. Sudah saatnya aku pulang.

"pak..." laki-laki yang dari tadi bersamaku berkata lirih, aku menoleh padanya.
"sret" dia memeluk dan menangis. "bapak orang baik"
aku menepuk bahunya, aku sudah menganggapnya seperti anakku. "jangan mengulangi kesalahan yang sudah ada. aku bukan orang baik. Kalau aku baik, aku tak kan membuatmu menangis" dia melepas pelukannya, dan menyalamiku. Mengantarku keluar, melewati banyak pandangan mata mahasiswa-mahasiswa yang sejak dua hari lalu berada di depan gedung ini.
Jika aku orang baik, aku tak kan merebut hak mereka yang seharusnya duduk untuk belajar, bukan berpanas-panasan seperti ini. Jika aku orang baik, seharusnya aku tak kan membiarkan mereka menungguku hingga dua hari menghabiskan pita suara mereka.
kulihat pimpinan mahasiswa ini, dia sama sepertiku 20tahun lalu. Dia memiliki pemikiran yang kritis, hanya saja harus dikembangkan dan diikuti dengan pemikiran yang penuh solusi. Aku menepuk bahunya, dia kaget seolah tak suka, tapi dia diam saja.
"kau mengingatkanku akan masa mudaku. Teruslah belajar, kelak aku yakin kau akan jadi pemimpin yang baik. Jangan seperti aku" aku meninggalkannya, aku tak yakin apa yang dia pikirkan. Aku tahu matanya yang kritis terus mengikutiku hingga aku masuk mobil. Aku merasa puas, aku senang... setidaknya aku berbeda dengan tikus kampus 20tahun lalu, aku tidak membiarkan mereka menunggu lama hingga seminggu dan merusak mobil serta fasilitas kampus sama seperti yang kulakukan 20tahun lalu.

"Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil" (Q.S Al-Maa'idah : 8)

Komentar

  1. yah begitulah manusia..
    terlalu memikirkan teori tanpa tahu bagaimana prakteknya...

    BalasHapus
  2. ^^ gue juga.... xixixi, dalam kehidupan nyata lebih sulit merealisasikan teori yang ada di kepala...,

    BalasHapus
  3. hahaha..iya
    kita lebih bisa berkoar-koar, harus gini harus gitu tapi prakteknya g bisa,xixixi

    BalasHapus
  4. ^^ mulai dari diri sendiri, <===

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART