MERINDUKAN REMBULAN

Madiun,
Dalam keindahan malam


Kulirik jam di kamar, masih menunjukkan pukul 18.28 masih terlalu dini untuk beranjak tidur. Jendela kamar yang jarang sekali ku buka akhirnya menggodaku untuk menatap langit malam ini. November. Seharusnya rintik hujan sudah membasahi, tapi entah kenapa masih saja sang surya enggan beranjak dari kota ini. Bahkan jam segini masih terasa teriknya hingga di kamarku. Beberapa hari lalu memang hujan, dan aku sangat antusias sekali karena akhirnya aroma tanah basah tercium juga, artinya kamarku yang seperti kandang merpati ini tidak akan menjadi tempat sauna gratis lagi. Sayangnya, hujan hanya sekali itu dan masih enggan kembali berkunjung ke kota ini.

Entah kenapa sekarang aku jarang sekali melihat bintang, selain di rumahku sendiri yang ada jauh di luar kota ini. Malam ini sepertinya bintang juga enggan keluar karena tertutup mendung. Hanya saja, mendung tak berarti hujan, juga tak berarti udara menjadi lebih sejuk. Ah, apa yang akan kulakukan malam ini,? Tidur,? Aku kembali mengingat berapa banyak waktu yang sudah ku buang tanpa hal berarti setiap malam selama 3,5tahun ini. Membosankan. Dan aku sendiri tak pernah tahu apa yang harus kulakukan. Rutinitas setiap hari yang semakin hari semakin membuatku tak nyaman dan merindukan rumah.

Tiba-tiba aku teringat ibu dan adikku, juga kakakku. Kalau aku dirumah mungkin keadaan akan lebih baik. Apa yang sedang mereka lakukan,? Keonaran apa yang sedang dibuat adikku hari ini,? Apakah ibu sudah makan,? dan masakan apa yang sedang dimasak ibu hari ini,? Kulirik sekilas ponselku, kutatap hampa. Kuraih perlahan, kutimang-timang apakah aku harus menelpon sekarang,? kulihat batre ponselku harus sudah dicharge, sudah sejak 4hari lalu. Akhirnya kuletakkan lagi ponselku. Langit masih tampak sama, gelap. Tak ada apapun yang bisa kulihat.

Bayangan masa lalu kembali datang, masa-masa dan impian-impian yang pernah ada. Aku tersenyum. Mungkin sekarang sudah tak akan sama lagi, tapi aku masih ingin mewujudkan mimpi itu. Kebahagiaan orang tuaku. Dorongan yang kuat untuk bisa kembali ke rumah membuatku semakin sesak. Aku tak pernah menyangka, sehebat inikah efek dari kejadian itu. Tapi aku hanya bisa pasrah, tanpa melakukan apapun. Andai saja aku memiliki pintu kemana saja Doraemon, pasti itu akan sangat membantuku.

Suara bising televisi yang selalu menyala setiap kali aku di kamar sebenarnya hanyalah aktivitas sia-sia. Kutatap lagi Nokia 1616 yang tergeletak diatas selimut winnie the pooh-ku. Ah, bodoh... apa yang kupikirkan,?. Kuambil ponsel itu,reflek jariku menekan dial number 2. Kutunggu beberapa detik dan... "assalamu'alaikum...." demi mendengar salam itu, hatiku terasa sejuk. Tiba-tiba hujan mengguyur perasaanku. Aku tersenyum mendengar keributan yang sedang terjadi di belakang suara itu. Kutatap langit perlahan sambil mendengarkan keributan yang terjadi. Sejuta bintang-bintang tampak indah di langit sana meskipun aku tahu bintang-bintang itu merindukan kehadiran rembulannya.

Komentar

  1. oooo so sad..semoga cepet mutasi ke jogja ya pooh...biar bs ngumpul ma keluargamu

    BalasHapus
  2. amiiiin....!!!! semoga lu juga cepet mutasi ke trenggalek, xixixi

    *sepertinya memerlukan pendamping hidup biar bisa betah di madiun dan merubah rutinitasku:D*

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART