SACRED PROMISE


Part II
(Menata impian)


“Vee... kau yakin tak mau datang bersama mama?” Wanita anggun dengan setelan merah maroon dan jilbab senada tampak sangat cantik meski usianya sudah tak muda. Tas tangan dengan hiasan batu sapir menambah keanggunan wanita itu.

“Ma... aku belum siap. Titip salam saja buat keluarga Ardhan dan Azi, semoga mereka bahagia” Vee tampak malas-malasan. Ah, perempuan mana yang mampu menghadiri pernikahan mantan calon suaminya yang baru dua minggu lalu mereka gagal menikah.

“Kalau begitu baik-baik di rumah sayang....” Mama mencium lembut kening Vee yang tengah tiduran di sofa sambil mengganti channel TV.
-------------------

Tatanan ruangan yang tidak begitu luas dan megah tapi tampak sangat menyejukkan dengan warna hijau yang cantik. Tak banyak tamu undangan, tapi tetap terlihat meriah. Sebenarnya Mama Vee juga tak ingin menghadiri acara ini. Pernikahan mantan calon menantunya. Mama Vee bisa merasakan kekecewaan yang dalam. Tapi kemarahan dan kebencian tak akan merubah apapun. Dengan berbesar hati, Mama menghadiri acara ini demi menghormati dan menjalin silaturahmi dengan keluarga Ardhan yang juga merupakan relasi bisnisnya.

Mama Vee dan suaminya sudah bercerai. Rumah tangga yang gagal dia pertahankan membuatnya semakin kuat. Sekarang yang dia inginkan hanyalah kebahagiaan Vee, agar Vee tidak mengulangi kegagalan mamanya. Ketika mama Vee melihat Ardhan, dia yakin Ardhan sosok laki-laki yang baik dan bertanggung jawab. Tapi siapa sangka kalau tanpa alasan yang jelas Ardhan membatalkan rencana pernikahannya dengan Vee, dan justru menikah dengan Azi. Perempuan yang dikenal Vee sebagai sepupu Ardhan, perempuan yang juga dimata mama Vee sangat solehah. Entah apa yang sedang disiapkan Allah swt untuk putrinya nanti. Mama Vee hanya bisa berdoa yang terbaik.

“Jeng...” mama Vee terperanjat. Sejak kapan ibunda Ardhan ada dibelakangnya.

“oh.. Jeng Rista. Selamat ya atas pernikahan Ardhan” rasanya sakit mengucapkan itu, apalagi jika ingat Vee. Tapi mama Vee hanya bisa tersenyum tegar.

“makasih jeng... Vee mana?” Ibunda Ardhan tak melihat kehadiran Vee.

“itu... Vee masih sibuk dikantornya” mama berbohong.

“ooo... sayang sekali ya, Vee memang anak yang sangat cerdas dan tekun. Maaf jeng,...”Ibunda Ardhan nampak menyesali sesuatu

“oya, saya belum bertemu Ardhan dan Azi...” cepat mama Vee mengalihkan percakapan.
Ibunda Ardhan mengajak mama Vee menemui Ardhan dan Azi yang sibuk menerima ucapan selamat dari tamu undangan.

“selamat ya nak, semoga kalian selalu diberi kebahagiaan” Mama Vee entah kenapa ingin menangis, tak tahu karena bahagia atau sedih.

Sret. Tiba-tiba Azi memeluk Mama Vee dengan sangat erat.

“terima kasih tante,,,, maafin Azi....” Azi tergugu, ada perasaan campur aduk. Kenapa Mama Vee tidak marah padanya, mungkin kalau Mama Vee marah, Azi akan lebih bisa menerimanya.

Mama Vee menepuk-nepuk lembut bahu Azi, pelukannya begitu tulus. Mama yakin ada alasan atas semua ini. Dan Mama Vee hanya bisa percaya pada mereka.
-----------------

Kamar pengantin ini tampak sangat lengang. Seharusnya pengantin baru akan merayakan cinta mereka, tapi tidak dikamar dengan nuansa hijau segar ini.
Seorang perempuan duduk dipinggir tempat tidur, dan seorang laki-laki membuka pintu kamar. Mengagetkan sang perempuan yang tampak sangat cantik dengan gaun pengantinnya.
Laki-laki itu menatap sejenak, lalu duduk di kursi rias kamar itu.

“maafkan aku Ardhan..., seharusnya kau tak perlu berkorban seperti ini” Azi masih tak menatap laki-laki itu.

“sudahlah, kau tak perlu minta maaf. Ini pilihanku,” Ardhan hanya menatap perempuan didepannya. Entah kenapa dia bisa berbuat seperti ini. Dia teringat Vee, bagaimana kabar Vee sekarang? Apakah dia baik?

“Dhan,,,, sebenarnya kau cukup melakukan ini hingga bayi ini lahir......” Azi masih menunduk tak berani melihat laki-laki yang menjadi malaikatnya secara tiba-tiba.
Ardhan tampak terkejut, dia menatap Azi... mencoba memegang tangannya, tapi Azi menolak...

“aku akan menikahimu lagi, setelah bayi ini lahir....” Ardhan lirih, mencoba memantapkan hatinya sendiri. Benarkah?

“tak perlu Dhan....,” Azi menahan untuk tak terisak. Dia tak mau Ardhan mengkhawatirkannya. Dia tak mau menjadi beban untuk Ardhan. Cukup seperti ini saja.
Ardhan diam, dia sendiri tak tahu harus bagaimana. Keputusannya menikahi Azi juga masih seperti mimpi baginya.

~Part. III

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART