BUKAN SEKEDAR CINTA #2

Jam pertama hari ini adalah olahraga. Seperti biasa, aku dan teman-temanku di kelas VII-3 saling berebut kamar mandi untuk berganti kostum pakaian olah raga.

"Diva, cepetan... dah mulai nih" aku dan beberapa anak ribut menggedor pintu kamar mandi karena belum mendapat bagian untuk ganti pakaian olah raga sementara jam sudah menunjukkan pukul 7 tepat, itu artinya pelajaran olah raga hari ini sudah dimulai, dan kalau aku datang terlambat pasti dihukum berlari keliling lapangan dua putaran. Sebenarnya ada beberapa kamar mandi di sekolah ini, ada 10 lebih tapi karena ada di masing-masing sudut sekolah, dan sekolah ini cukup luas... kami sering malas untuk ke kamar mandi lain.

"iya iya ah, baru juga masuk udah ribut" Diva tampak kesal. Aku tersenyum minta maaf, dan buru-buru masuk ke kamar mandi.

"Indy, tunggu... aku ikut dong!!!" Aku belum sempat menutup pintu kamar mandi ketika Bulan, teman sekelasku ingin barengan ganti pakaian.

"ya udah ayuk..." aku meng-iya-kan.

"gue juga dong Ndy" Riri dan Sinta juga ingin barengan. Aku melongo. Kamar mandi ukuran 2x1,5 M ini untuk 4orang? apalagi Riri badannya gede.

"emang muat? dua-dua aja ya" aku menolaknya.

Beruntung, aku tidak terlambat. Jadi aku tak perlu lari keliling lapangan. Tapi kulihat Riri datang terlambat. Sepertinya dia mendapat antrian belakang dan tak ada yang mau berbagi kamar mandi dengannya karena badannya yang gemuk bisa memenuhi kamar mandi. Riri keliling lapangan bersama 2orang yang lain.

Pelajaran olahraga hari ini cukup menyenangkan. Ada pertandingan basket. Anak laki-laki dipilih 10 orang untuk jadi 2tim. Sedang yang lain jadi penyemangat. Saat giliran anak perempuan, juga dipilih 10orang untuk jadi 2tim. Aku salah satunya. Meskipun aku tidak pintar main basket, tapi mungkin karena aku tergolong cukup tinggi dikelas, aku ikut masuk tim dan kalah. Kalah menang tak jadi masalah, yang penting senang.

Usai pelajaran olahraga, keributan di kamar mandi terjadi lagi, kali ini untuk berganti pakaian putih biru agar bisa mengikuti pelajaran selanjutnya. Dan tentu saja ini jauh lebih lama karena kami juga berdandan dulu menghilangkan bau keringat. Untung keringatku tidak bau, hehehe.

"hei, kalian jangan rese dong" suara Irene terlihat jengkel. Saat aku masuk kelas, keadaan kelas benar-benar kacau seperti biasa. Satria, Dave, Sahrul, Beni seperti biasa jadi biang keributan dikelas. Ada yang duduk di meja, ada yang melempar kaos olah raga anak laki-laki lain ke arah anak perempuan, dan ada yang masih belum memakai seragamnya dengan hanya mengenakan kaos dalam. Richard sang ketua kelaspun malah ikut dalam keributan ini.

"sst... diam, diam, diam. Jangan berisik, mengganggu kelas sebelah tahu!!!" Bulan wakil ketua kelas mencoba menenangkan suasana.

"ceile... ketua kelas aja kagak masalah, lu bawel amat sih" Beni menimpali tak peduli.

"lu juga Chard, ketua kelas malah jadi biang kerok" Bulan tampak memarahi Richard yang duduk di meja main kartu bersama Satria.

"ah elu Lan, galak amat sih? gimana kalau jadi istri besok?" Satria menimpali.

"eh, gue kagak bakal galak ya kalau kalian bisa diatur dan gak ribut" Bulan tampak kesal, dan duduk disampingku. Aku sedang asyik memasukkan pakaian olah ragaku ke dalam tas.

"udah Lan, biarin aja... tar kalau guru masuk juga mereka diam" aku santai menimpali, tempat dudukku kebetulan dekat dengan jendela. Dari jendela aku bisa melihat lalu lalang di kantin dan perpustakaan sekolah karena memang berada tepat disamping kelasku. Aku melihat keluar jendela. Aku lihat beberapa kakak kelas nongkrong di kantin saat jam pelajaran sekolah. Ada Kak Rafa, kelas IX-4. Aku melihatnya, dia tampan. Tapi hanya sebatas mengagumi ketampanannya saja.

"eh, tar ke perpustakaan yuk, aku mau mengembalikan buku nih" Bulan tampak sangat ceria dan berbunga-bunga.
"boleh. Nanti gue bilang ke Sparrow kalau gue nemenin lu ke perpustakaan" aku mengiyakan. 
Sparrow ini julukan untukku dan keempat teman dekatku yang berbeda kelas Reha, Mia, Farah, dan Nirmala. Entah kenapa mereka menjuluki kami Sparrow. Akhirnya nama itu kami pake untuk menyebut geng kami, meskipun sebenarnya kami tidak pernah ingin membentuk sebuah geng dan jauh dari yang namanya geng. Kami berlima hanya berteman entah sejak kapan. Aku, Reha, dan Mia memang teman sejak TK karena kami besar dalam satu komplek yang sama. Sedangkan Farah, dia adalah teman Mia dan Reha sebelumnya, dulu dia tidak satu komplek dengan kami tapi semenjak sekolah menengah pertama, orangtuanya tinggal dikomplek yang sama dengan kami dan dia sekolah disekolah yang sama. Sedangkan Nirmala, kami mengenalnya ketika masuk sekolah menengah pertama juga. Saat itu dia juga baru pindah ke komplek kami. Jadilah kami dekat dan akrab.

"Indy, lu suka nulis ya? boleh dong baca tulisan lu" Bulan masih tampak sumringah, sedikit berbeda dari biasanya. Aku menatapnya sekilas.
"darimana lu tahu?" aku heran, sepertinya aku gak pernah cerita soal hobiku yang sering corat-coret gak jelas. Apalagi soal ini, ibuku sering kali marah karena aku sering membuat kamarku berantakan dengan kertas-kertas tak bergunaku yang disebutnya sampah.
"aku melihat cerpenmu dimuat dimajalah, ada nama kamu disana" Bulan mengejutkanku. Oh, rupanya karena kemarin setelah aku iseng mengirim sebuah cerpenku ke salah satu majalah lokal dan dimuat disana. Tapi aku hanya menaruh nama inisial disana.

" ooo... baik, aku punya banyak, tapi... sepertinya tidak layak baca, karena hanya iseng saja" aku sedikit malu.
"tak apa. aku suka" Bulan memang sedikit aneh kurasa, sejak kapan dia menyukai tulisanku yang jarang kupublikasikan? Gesture tubuhnya juga menjadi sedikit berubah, biasanya lebih kalem dan tak banyak ekspresi.
"Bulan... lu... sedang jatuh cinta?" entah kenapa aku menanyakan itu. Sebenarnya hanya iseng saja karena aku merasa dia memang agak beda dari biasanya.
Bulan menatapku bingung.
"Lu, gak sedang jatuh cintakan?" aku kembali memastikan. Bulan sedikit salah tingkah.
"ssst... lu ngomong apaan sih? tar kuceritain deh" Bulan mengecilkan suaranya dan menyuruhku tak banyak tanya. Aku hanya tersenyum, kurasa tebakanku benar. Tebakan yang kebetulan, atau memang karena aku bisa melihatnya dengan jelas? Whatever.....

"kriiiiiiing...!!!" bel usai pelajaran biologi hari ini terdengar lebih nyaring. Bu Tia menutupnya dengan sebuah tugas rumah. Setelah Bu Tia keluar kelas, anak-anak berhamburan untuk jam istirahat. Sesuai janjiku pada Bulan, aku menemaninya ke perpustakaan. Sebelumnya aku bertemu Nirmala saat keluar kelas, dan bilang padanya aku gak bisa ikut ngumpul dikantin bersama Sparrow. 

Perpustakaan ini tak pernah sepi dari pengunjung. Ada banyak alasan mereka datang ke perpustakaan ini, disini sangat lengkap. Banyak buku yang bisa dibaca, mulai dari buku pelajaran, ensiklopedi, novel, serial, majalah, bahkan sampai komikpun ada. Fasilitas TV dan internet juga menjadi daya tarik sendiri. Ada juga beberapa anak yang memanfaatkannya untuk sekedar mojok atau belajar bersama teman laki-laki/perempuannya. Secara pribadi, aku tak pernah menginjakkan kakiku diperpustakaan ini selain kalau ada jam pelajaran kosong dan guru memberikan tugas mencari bahan atau meresume buku diperpustakaan. Kartu peminjaman bukuku saja masih kosong. Aku dan anak-anak Sparrow biasa nongkrong di kantin atau di depan kelas. Tapi diantara Sparrow, kurasa Mia-lah yang paling hobi pinjam buku di perpustakaan ini.

Bulan mengembalikan buku yang dipinjamnya ke petugas perpustakaan. Setelah itu dia melihat-lihat beberapa novel. Bulan suka sekali membaca novel, yang menurutku sangat membosankan. Meskipun aku suka menulis, tapi aku tidak suka membaca. Setelah mendapat satu novel, dan aku menemukan komik napoleon bonaparte, kami mencari tempat untuk duduk dan membaca, meskipun aku tahu itu hanya kamuflase saja karena tujuan kami duduk tempat baca ini adalah untuk didengar dan mendengarkan.

"jadi..." Bulan memulai obrolan.
"jadi apa?" aku sedikit belum menangkap maksud Bulan. Bulan tampak sedikit kesal akan kepolosanku, dia mendekatkan kursinya ke arahku.
"kau tahu berapa banyak soal orang yang kusukai?" Bulan berbisik. Aku tak paham.
"siapa?" aku balik bertanya. Bulan tampak makin depresi dengan sikapku.
"oke. oke. kita mulai dari.... bagaimana kau tahu aku jatuh cinta?" Bulan memulai dari awal.
"ooo... dari wajah lu" aku enteng menjawab.
"memangnya kelihatan banget ya kalau aku sedang jatuh cinta?" Bulan jadi was-was.
"bagiku sih keliatan. Lu tampak sumringah banget, rus sikap lu agak hyper" aku jujur.
"Lu tahu siapa orangnya?" Bulan makin penasaran padaku.
"emm... kasih tahu gak ya?" aku berpura-pura membuatnya penasaran.
"Indy....!!! ayolah, lu tahu?" Bulan makin penasaran. Aku tersenyum menggodanya.
"enggak... enggak,,, gue gak tahu" jawabanku membuat Bulan tampak lega.
"tapi dia sepertinya udah punya cewek yang dia suka" Bulan mulai ceritanya. Aku mencoba menyimak saja.
"dia tampan, sedikit nakal dan konyol" Bulan melanjutkan.
"teman sekelas kita?" aku ingin tahu. Bulan mengangguk. Aku mengingat-ingat siapa saja teman sekelasku yang kira-kira bisa membuat Bulan yang kelihatannya sangat polos ini jatuh cinta.
"tapi lu jangan bilang siapa-siapa" Bulan malu. Aku mengangguk.
"tapi... sebenarnya gue penasaran juga sama dia, Ndy" Bulan kembali bersemangat.
"memangnya siapa dia?" aku semakin ingin tahu, dan bersemangat pada cerita Bulan.
"dia tadi bilang padaku 'kalau galak, gimana kelak jadi istri?' dan aku tiba-tiba merasa malu" pernyataan Bulan membuatku sedikit kaget.
"Satria???" aku sedikit keceplosan. Bulan kalut, dia menengok kiri kanan kami kalau-kalau ada yang mendengar pembicaraan kami.
"ssst... Indy, jaga mulut dong" Bulan memperingatkanku. Aku mengangguk.
"ooo... aku mengerti sekarang, tapi... bukannya Satria gosipnya dah jadian sama Luna ya? anak kelas VII-1?" aku ingin tahu

"karena itu, gue pesimis" Bulan tampak manyun.
"tenang aja, gimana kalau kita cari tahu dia suka gak sama lu" aku memang sedikit gak berpikir untuk melakukan beberapa hal.
"gimana caranya? tapi jangan sampai aku malu karena ini ya?" Bulan khawatir.
"trust me" aku semangat.

Prajab at Hotel Tidar (ngeksis)
Sejak obrolanku dan Bulan di perpustakaan, aku jadi sering memata-matai Satria saat di kelas. Mencoba mencari tahu dari sikap Satria pada Bulan. Sebenarnya, aku tak menemukan kejanggalan apapun. Satria bersikap wajar. Tapi hari ini, aku sedikit dikejutkan oleh pernyataan Dave, teman Satria.

"Ndy, salam buat Bulan ya... dari Satria" Dave nyeletuk saat aku sedang hendak keluar kelas menemui geng Sparrow, diikuti tawa Beni dan Richard yang juga bersamanya. Aku kaget sekaligus antusias.

"Dave, serius?" aku ingin memastikan.

"dua-rius Ndy" kali ini Beni yang menimpali dan mereka masih saling tertawa. Aku penasaran, apa maksud kata mereka. Candaan, atau memang beneran? belum sempat tanya banyak mereka dah kabur duluan. Aku menemui Sparrrow di kantin masih dengan perasaan penasaran. Tapi aku tak berani bilang pada Bulan soal salam itu, aku khawatir hanya akan membuat Bulan kecewa dan memberinya harapan jika ternyata itu hanya bualan dan candaan anak-anak itu.

Jam pelajaran Bahasa Inggris hari ini kosong, kami mendapat tugas mencari sebuah artikel dan menerjemahkannya ke dalam bahasa inggris secara berkelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 5orang. Kamipun pergi ke perpustakaan untuk tugas itu.

"Indy, gimana? ada perkembangan gak?" Bulan berbisik lirih menanyakan hasil pengamatanku.
"gak tahu Lan, gue gak yakin. gue gak dekat dengan mereka, jadi aku susah cari informasi" Aku memang tak begitu dekat dengan geng-nya Satria. Satria dan gengnya memang termasuk kumpulan anak2 famous karena tampang mereka yang lumayan keren dan juga karena sifat nakal dan jahil mereka. Mereka biasanya dekat dengan Diva dan teman-temannya yang termasuk cantik dan populer. Walaupun aku punya geng sendiri di sekolah ini, tapi kami bukan kumpulan gadis cantik nan populer. Sedikit populer mungkin, itupun populer karena Sparrow selalu bersama, berangkat sekolah, pulang sekolah, bahkan ketika sedang jam istirahat sekolah ataupun di rumah.

"tapi, aku sedikit penasaran Lan. Kemarin saat istirahat, Dave dan teman-temannya bilang kalau Satria nitip salam ke elu, tapi mereka sambil ketawa ngomongnya. Belum tahu itu beneran atau hanya gurauan mereka" Aku akhirnya jujur pada Bulan. Bulan tampak merasa ada harapan.
"terus?" Bulan ingin tahu kelanjutannya.
"gue belum bisa memastikan, karena lu tahu sendiri mereka kan suka iseng gitu. Sebenarnya, gue pengen tanya langsung ke Satria... itu kalo lu ijinin" Aku mengungkapkan rencanaku. Aku gak mungkin menanyakan langsung pada Satria tanpa ijin Bulan, kalau ternyata salah bisa-bisa Bulan malah kubuat malu dengan pertanyaanku. Bulan tampak ragu.
"tapi lu jangan bilang kalo lu tanya atas permintaan gue ya" Bulan memberi lampu hijau.
"beres. tenang saja" aku tersenyum.

Hari itu juga, setelah jam bahasa inggris selesai, kami kembali ke kelas. Saat melewati koridor kelas, kulihat Satria hanya sendiri tak bersama teman-temannya. Aku iseng mencoba peruntungan.

"Satria..." aku memanggilnya, dan dia menoleh ke arahku.
"Ada apa Ndy" dia melempar sebuah kertas kecil ke arahku, kebiasaan Satria memang seperti itu.
"gak ada apa-apa, cuma penasaran aja" aku mendekatinya yang menghentikan langkahnya menungguku.
"kepo lu" Satria sudah menjudgeku lebih dulu
"biarin aja, sekarang siapa sih yang gak kepo" aku mengelak. Kami berjalan bersama menuju kelas.
"penasaran apa? tumben-tumbenan lu penasaran sama gue" Satria berjalan disampingku, ternyata anak ini lebih tinggi dari yang kuduga.
"memangnya... lu suka sama Bulan?" aku memberanikan bertanya to the point. Satria menatapku sejenak, dan tertawa.
"kenapa?" aku sedikit bingung.
"pasti anak-anak iseng lagi ya" dia masih sedikit tertawa. Aku sedikit mengerti.
"gue gak suka sama Bulan, itu sih hanya akal-akal-an anak-anak aja. Lu kaya' kagak kenal mereka aja" Satria menjelaskan. Tapi aku masih penasaran, darimana ide itu muncul kalau gak ada sebabnya.
"terus, kok bisa mereka bilang kek gitu" aku ingin tahu lebih lanjut.
"emang Bulan suka sama gue?" glek! aku tak tahu kalau Satria yang lebih kalem daripada teman-temannya ini ternyata seorang yang tidak suka basa-basi.
"ya... gue gak tahu, makanya gue tanya lu. Kalo lu emang suka sama Bulan, siapa tahu bisa gue comblangin" aku ngeles.
"gak usah repot-repot nyomblangin gue sama Bulan, Ndy. Lu aja belum punya pacar, gimana mau nyomblangin gue. Makanya jangan gaul sama geng Sparrow mulu... bisa-bisa kalian dikira lesbi loh, geng Sparrow siapa sih yang dah punya pacar" Satria malah meledek.
"gak usah mengalihkan topik deh" aku mencoba kembali pada topik semula.

"iya iya, jadi gini anak-anak tuh ngira kalau Bulan suka sama gue. Mereka bilang kalau sikap Bulan ke gue akhir-akhir ini agak beda, makanya mereka iseng" Satria menjelaskan. Aku mengerti sekarang, tapi apakah sebegitu kelihatannya sih? Perasaan sikap Bulan biasa aja sama Satria, hanya memang temperamennya berbeda menurutku.

"ooo... lu ke-GR-an nih ceritanya" aku balas mengejek Satria, walaupun sebenarnya memang benar Bulan tertarik padanya.
"kagaklah. Gue kasih tahu lu ya, Bulan itu bukan tipe gue, lagian gue dah jadian sama Luna. Sekarang, anak mana coba yang bilang Luna jelek, gak manis? gak ada kan? nah, itu baru tipe gue" Satria berbisik sambil sedikit sombong. Aku menatapnya sinis, walaupun maksud Satria becanda, tapi kalo Bulan sampai mendengar kalimat ini, dia bisa sakit hati.

"ya udah, bilangin ke temen-temen lu jangan suka GR, Bulan itukan gadis baik, mana mungkin seleranya sama badboy seperti lu" aku mencoba mengakhiri percakapan.

"iya, iya gue percaya, anak-anak aja yang suka rese'. Bilangin ke Bulan maaf ya, kalau dah bikin dia gak nyaman sama ocehan anak-anak" Satria tak seburuk yang kusangka. Aku mengangguk. Aku masuk kelas diikuti Satria, kulihat Bulan harap-harap cemas menatapku. Aku tersenyum, meskipun bukan hasil yang diharapkan, tapi setidaknya aku tahu inilah salah satu kesenangan saat sekolah. Mereka menyebutnya cinta monyet, cinta yang entah bersambut atau tidak sama-sama membawa kegembiraan.



Madiun,
Cinta itu tidak pernah melukai yang diberi maupun yang memberi




Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART