BUKAN SEMATA SALAH ANAK

brothers fight
Beberapa malam begadang karena susah tidur. Setiap di atas jam10 malam belum tidur, mata ini sangat susah untuk dipejamkan bahkan hingga dini hari. Kuganti-ganti channel tv di kamar, tak ada yg bagus. Akhirnya berhenti pada salah satu stasiun tv swasta yang sedang memutar drama ftv. Alasan utamaku karena channel ini suaranya paling kecil dibanding channel lain. Jam menunjukkan hampir jam12 malam, aku tak mau mengganggu tidur teman sekamar maupun tetangga sebelah kamar.

Tidak ada yang spesial dari film ini. Cerita klasik, anak yang durhaka pada ibunya. Tapi otakku sedikit tergelitik. Bagaimana penulis skenario ini bisa membuat cerita seperti ini? Sekilas, mungkin yang ingin disampaikan adalah anak yang durhaka pada orang tua itu tidak akan bahagia dan akan sengsara akhirnya. Tapi yang ada dipikiranku, justru sebaliknya. Bagaimana sang ibu mendidik anaknya hingga sang anak bisa bersikap seperti itu pada ibunya? Bukankah sang ibu merawat anaknya sejak masih bayi? Bagaimana bisa anaknya jadi angkuh, sombong, tidak berbakti, malu mengakui orang tuanya, dan banyak sifat buruk lain melekat pada anak itu jika sang ibu bisa mendidik dengan baik?

Aku mencoba memejamkan mata, tapi otakku masih terus bekerja. Aku tidak bisa tidur. Iseng kutonton film ini setidaknya sampai aku bisa tidur. Aku terkekeh saat melihat adegan dimana sang ibu hanya pasrah dan berdoa ketika anaknya memaki dan menganggapnya pembantu di depan temannya. Aku kembali teringat pada orang tuaku, jika aku yang melakukan hal itu sudah bisa dipastikan ibuku akan memarahiku tanpa segan. Pasti ibuku akan menegurku keras atas sikapku yang salah.

Salah satu alasan kenapa aku malas menonton sinetron, ftv, dan sejenisnya adalah karena apa yang ditayangkan dan diceritakan menurutku terlalu naif. Terkadang antara yang baik dan buruk bisa tertukar, seperti dimana sikap seorang istri yang membenci selingkuhan suaminya adalah orang jahat, sedangkan selingkuhan suami yang lemah dan tak berdaya (tapi bisa-bisanya mencintai suami orang) dianggap benar. Apapun alasannya, pernikahan bukan hanya masalah cinta dan tidak cinta, tetapi masalah bagaimana kita bisa mempertanggungjawabkan ikrar kita di hadapan Allah swt untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah.

Aku masih terus melirik sekilas layar 21" di kamarku. Ceritanya sudah bisa ditebak, sikap durhaka sang anak pada ibunya, dan sang ibu hanya diam tak berbuat apa-apa selain pasrah dan berdoa. Membosankan, lalu lama-lama mulai jengkel. Jengkel pada sang penulis skenario, bagaimana dia berpikir untuk membuat film yang tak masuk akal ini untuk dijadikan pembelajaran masyarakat? Jengkel pada tokoh sang ibu yang hanya diam saja, tak melakukan apa-apa ketika sang anak bersikap tidak baik. Dimana tanggung jawabnya sebagai seorang ibu yang mendidik dan mengajari anaknya? Apakah kediamannya merupakan rasa cinta? Bagiku bukan. Ibuku mencintaiku, dan aku sangat merasakan itu. Meskipun waktu kecil aku sering dimarahi ibu, tapi itu tidak mengurangi perasaan cinta ibu padaku. Justru marahnya ibu adalah cinta. Karena aku salah, karena ibu ingin aku jadi anak yang baik dan berguna, karena ibu hanya ingin aku tak terjerumus ke hal yang salah, karena ibu ingin aku bahagia. Itulah yang kusebut cinta seorang ibu pada anaknya, bukan ibu yang hanya memanjakan anaknya tanpa memberitahu mana yang baik dan benar. Bukan ibu yang diam saja ketika anaknya berbuat salah, asal anak senang. Itu bukanlah cinta seorang ibu.

 Samar-samar masih kudengar suara bentakan dan tangisan dari tv, kupaksakan untuk mengistirahatkan mata dan pikiranku. Aku merindukan rumah. Merindukan ibu, dan juga adik kecilku. Bayang-bayang dan samar-samar suara canda ibu dan adikku tergambar dalam lelahnya mata. Ya Rabb, jaga ibu dan adikku... juga kakak-kakakku. Jauhkan mereka dari marabahaya dan juga fitnah dunia dan akhirat. Tundukkan hati kami agar senantiasa memuji dan bersyukur atas nama-Mu. Ya Khalik, jaga ayahku di sana... jadikan ayah salah satu penghuni dari surgamu yang begitu luas. Bahagiakan ayah disana, lebih dari apa yang telah ayahku lakukan untuk membahagiakan kami di dunia. Aamiin.

"Anak bagaikan selembar kanvas putih. Mau menjadi lukisan seperti apa, tergantung orang tuanya yang melukis"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART