DEANTA (Part. 2)

Part1...

"kamu harus bisa jaga diri ya nduk, baik-baik di tempat orang. Tansah eling marang kang nggawe urip" mata ibu berkaca-kaca sambil terus menciumiku. Tangan kasarnya memegang wajahku, namun terasa lembut.
"hidup di kota, harus punya prinsip De...!!! pegang terus niat awal kamu ke kota" Kang Yopi mengusap rambutku lembut. Mendapat perlakuan seperti ini membuatku luluh, ada perasaan berat meninggalkan mereka.

--------

Aku baru semester lima saat memutuskan berhenti kuliah. Bukan karena aku malas, tapi karena keadaan ekonomi. Seperti apa ibu dan Kang Yopi bekerja keras, tak cukup untuk membiayai kuliahku. Aku kasian melihat mereka bekerja keras siang malam demi aku, akhirnya kuputuskan untuk meninggalkan kuliahku dan mencari pekerjaan ke kota. Kang Yopi menolak keras keinginanku, bahkan Kang Yopi berjanji akan bekerja apapun dan lebih keras lagi untuk menambah biaya kuliahku. Aku tak tega, dan nekat melamar pekerjaan ke kota tanpa pengetahuan ibu dan Kang Yopi. Dengan ijazah SMA, aku diterima sebagai sekretaris honorer di salah satu perkantoran. Waktu wawancara dan tes tertulis mereka terkesan dengan kemampuanku. Aku membuat kontrak dengan perusahaan itu. Setelah itu, ibu dan Kang Yopi tak bisa menahanku karena aku berjanji akan menyelesaikan kuliahku nanti, ketika aku sudah mampu membiayai kuliahku sendiri.

----------

Ini pertama kali aku jauh dari keluargaku, dengan menyewa kamar kosan seharga 100rb/bulan aku memulai kehidupan baruku. Kamar kosku tidak mewah, antar kamar hanya dibatasi tembok semi permanen, benar2 sangat sederhana. Satu tempat tidur busa, dan satu lemari pakaian yang sudah usang, dengan kaca besar di pintunya. Sebenarnya sedikit jauh dari tempatku bekerja, tapi demi menghemat anggaran, aku memilih tempat ini.

Sebulan pertama, aku benar2 anak desa yang baru datang ke kota. Gaya penampilanku sangat polos, dengan kemeja seadanya dan celana panjang yang tentu saja bukan barang branded. Awalnya sedikit minder, pegawai di perusahaan ini semuanya cantik dan rapi. Dengan make-up seperti ke hajatan, dan pakaian yang harganya bisa ratusan ribu. Bila mereka lewat, aroma tubuh mereka bisa tercium bahkan hingga jarak 10 M.

Pekerjaanku tidak begitu sulit, aku hanya mengarsipkan dan mencatat surat-surat yang masuk maupun yang keluar. Mengagendakannya dan menyampaikannya pada yang berkepentingan. Aku juga mencatat dan mengingatkan atasanku jika ada agenda rapat atau pertemuan. Sebagai anak baru, aku sangat patuh pada atasanku dan bekerja dengan sungguh-sungguh. Atasanku menyukai hasil pekerjaanku. Alhasil, aku sering diberi tambahan uang saku oleh atasanku.


Suatu hari aku diajak meeting oleh atasanku, tapi karena ini adalah meeting dengan orang penting, Bu Desi atasanku memintaku untuk berpenampilan menarik. Dia memberiku uang untuk membeli baju dan ke salon. Aku bingung dan tak tahu harus berdandan seperti apa. Akhirnya aku minta tolong Lena, rekan kerjaku untuk membantuku. Lena memilihkan pakaian yang bisa kubilang tak pernah kubayangkan untuk membelinya. Kemeja sederhana namun manis, tapi harganya cukup pahit untuk kantongku. Setelah itu Lena mengajakku ke salon langganannya. Disana pertama kalinya aku merasakan yang namanya facial, message, spa, dan segala macam perawatan mulai dari ujung rambut hingga kaki. Aku menghabiskan waktu seharian. Tapi hasilnya benar-benar sebanding. Aku sendiri tak percaya aku bisa secantik ini.

Sejak saat itu, Bu Desi sering mengajakku ikut meeting dan  pertemuan-pertemuan lain. Dan sejak itu pula aku mulai merubah gaya hidupku. Gajiku yang semakin naik, juga uang sampingan yang terus mengalir membuatku tak lagi sungkan untuk belanja pakaian dan ke salon. Aku juga pindah kos yang lebih dekat dengan kantor, meskipun harga sewanya lima kali lipat dari sewa lama.

Pekerjaanku menghabiskan setengah hariku, aku bekerja pagi dan pulang sore sehingga tak ada waktu untuk kuliah. Dan aku juga sudah mulai menikmati hidup baruku. Pekerjaan yang menyenangkan, pakaian rapi, badan wangi, wajah yang selalu terawat, belanja ketika week end, pergi ke mall, nonton, makan di restaurant mahal, bukan hal yang mewah lagi. Masalah kuliahku yang terputus, aku berencana melanjutkannya meskipun belum ada waktu yang tepat.

Tahun ketiga aku di kota ini, semua terasa bukan hal asing lagi untukku. Semua tempat belanja di kota ini pernah aku datangi, semua tempat makan, semua tempat hiburan pernah aku rasakan. Meskipun pendapatanku semakin naik, tapi pengeluaranku juga naik. Aku tak lagi makan di warung makan atau jajanan kaki lima. Setiap malam, sepulang kerja, aku dan teman-temanku sering keluar mencari kesenangan. Aku merasa bahagia. Apa yang kucari lagi?

Hingga akhirnya aku mulai bosan dengan rutinitas itu. Bekerja, bersenang-senang, mendapat uang, menghabiskan uang. Hatiku mulai mati.

---------------
Sarangan-Magetan

"kita pulang, ibu pasti cemas" Kang Yopi membuyarkanku. Kutatap bukit diseberang sana. Apa yang sebenarnya aku cari? Perlahan beranjak, semilir angin merasuk kalbu. Tetes-tetes bening sisa hujan masih menggenang menyentuh permukaan kulit terluarku. Aku berlari kecil menyesuaikan langkah Kang Yopi menuruni bukit. Melewati jalan setapak yang kini sudah ber-aspal, menyusuri danau dan masuk ke sebuah jalan tikus becek, sebuah rumah sederhana berdiri kokoh. Tak banyak perubahan setelah lima tahun, walopun jalan-jalan setapak telah diperbaiki oleh pemerintah dan desa ini menjadi jauh lebih bersih dari lima tahun lalu, bagiku rumah bambu itu masih sama. Didalamnya ada seorang wanita yang selalu kurindui, Ibu.

...... Part. 3

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART