RINDU HUJAN

pic from irfanchemist.wordpress.com
Madiun,
Sakit dikala aku tak bisa berbuat apa-apa


Pagi ini, lagi-lagi aku uring-uringan sendiri. Bangun kesiangan dan buru-buru ke kantor tanpa sempat melakukan apa-apa, termasuk sarapan. Sial... kenapa sekarang aku jadi suka bangun siang, bahkan sholat subuh saja jam 6 pagi.
 "aish... ada apa sih? pagi-pagi macet" aku mengomel ketika dipertigaan tepat sebelum kantorku ada banyak orang berkerumun. Sedikit, tidak... tapi banyak jengkel, aku melirik arloji kesayanganku hadiah dari ayah saat aku lulus kuliah. Sudah pukul 7.29 WIB, semenit lagi aku telat masuk kantor, telat absen dan konsekuensi seperti bulan-bulan lalu selalu ada potongan gaji.

"maaf bu, ada apa ya?" aku mencoba  mencari tahu apa yang sedang terjadi, pasalnya banyak polisi dan garis batas polisi yang tidak boleh dilewati. Aku tahu percuma saja aku mengejar absen, memutar arah tidak akan cukup waktu satu menit untuk ke kantor.

"ini neng, ada orang mati..." Ibu itu bicara tanpa beban.
"orang meninggal?" aku masih tidak paham.
"iya neng, tukang becak yang dipertigaan jalan itu mati"
"innalillahi wa innaillaihi roji'un..."
"sepertinya karena makan nasi basi" Ibu itu melanjutkan info yang dia dapat.
Tiba-tiba aku bergidik, merinding....
"makan nasi basi bu?" aku masih penasaran
"iya neng, dugaan sementara sih begitu"

Akhirnya aku memutar arah untuk sampai ke kantor. Tapi masih penasaran dengan cerita abang becak yang meninggal karena nasi basi. Aku bahkan sudah tidak memikirkan lagi kalau aku terlambat masuk. Sampai kantor pukul 07.40 WIB, telat 10 menit.

----------------

Rintik hujan pagi ini sedikit menenangkanku. Entah kenapa aku sangat menyukai hujan dibandingkan musim panas. Seperti biasa aku berangkat ke kantor, dan alhamdulillah kali ini aku tidak terlambat. Sampai di kantor pukul 07.15 WIB masih ada waktu 15menit sebelum jam resmi untuk mulai bekerja. Kubuka koran pagi di meja. Kubolak-balik saja karena tidak ada artikel atau berita yang menarik. Aku tertegun, salah satu kolom kecil dari koran itu aku tertarik untuk membaca beritanya.
Seorang penarik becak berusia 65tahun meninggal dunia akibat keracunan nasi basi. Pasti kejadian kemarin pagi, diceritakan bahwa beliau meninggal karena kelaparan dan tidak memiliki uang sehingga nekat makan nasi basi yang didapat dari tempat sampah.
Suara mesin absen yang terus berbunyi menandakan bahwa orang-orang mulai datang, hujan di luar semakin deras.
"ah, pagi-pagi sudah hujan saja" seorang pegawai kantor terlihat kesal, aku masih memandangi berita di salah satu kolom koran pagi ini. Aku merinding, dan sedikit sesak. Udara dingin yang masuk menembus kulitku karena hujan dan AC di ruangan membuatku semakin merinding, kucoba untuk tidak terlalu larut dalam berita itu. Aku menyerah, mengutuki diriku sendiri.
"Ya Rabb,,, ampuni hamba...." entah kenapa aku tiba-tiba merasa sangat berdosa. Meskipun aku tidak mengenal penarik becak yang diberitakan di koran, aku merasa sakit.. sedih... dan bahkan perasaan bersalah. Diberitakan bahwa penarik becak tersebut sudah tidak memiliki keluarga, dan setiap hari hanya bergantung pada hasil menarik becak, walaupun terkadang tidak mendapatkan uang sepersenpun, penarik becak tersebut tidak pernah berniat untuk mencuri uang receh sekalipun hanya untuk membeli nasi bungkus. Aku tak kuasa menahan air mataku yang tiba-tiba terasa basah melewati pipiku. Kuhapus cepat-cepat dan mencoba mengendalikan perasaanku sebelum ada orang yang melihatku menangis.

Aku rindu... rindu pada hujan kala itu, ketika aku berusia 9 tahun. Bersama ayah aku naik sepeda onthel melewati sawah dengan payung yang tidak cukup besar untukku dan ayah. Dengan tangan kiri  ayah membawa payung yang tetes-tetes ujungnya mengenai bajuku, tapi aku merasa nyaman diboncengan memeluk pinggang ramping ayah. Sedangkan sebelah tangan ayah mengemudikan sepeda onthel. Aku baru saja pulang dari pasar menemani ayah membeli anak ayam. Sesampainya di rumah, aku bercerita riang pada ibu yang tengah sibuk menyiapkan makan siang. Aku bercerita bagaimana aku memilih anak ayam dan bagaimana ayah dengan cekatan memboncengku dengan sepeda. Ceritaku berhenti ketika kulihat sosok tak kukenal yang tengah duduk diam malu-malu dan sungkan menatapku, tersenyum kecil dengan canggung.
"siapa bu?" aku berbisik pada ibu. Ibu yang masih sibuk menyiapkan makan siang, tersenyum hangat dan membelai rambutku yang basah.
"tamu istimewa kita, cepat panggil ayah untuk makan siang" Ibu tak memberiku jawaban pasti. Aku tak membantah dan cepat-cepat memanggil ayah yang masih sibuk di belakang dengan anak-anak ayam yang baru saja kami beli. Ayah membuat kandang dengan kardus dan lampu yang hangat untuk anak ayam agar tidak kedinginan karena hujan. Siang itu, aku makan siang bersama ayah dan ibu dan tentu saja tamu istimewa yang tak kukenal. Aku benar-benar tidak mengenalnya, dia tidak seperti kerabat bagiku, pakaiannya juga lusuh, seperti orang gila menurutku. Sedikit mual makan bersamanya, tapi aku tahu ayah dan ibu akan memarahiku jika aku mengatakan itu.

Siang itu seusai makan siang dan tamu istimewa pergi setelah sebelumnya ibu membungkuskan nasi dan lauk untuknya sebagai bekal, aku tak bisa menahan rasa ingin tahuku.
"tadi itu siapa bu? orang gila ya?" aku langsung nyeletuk
"hush... itu bukan orang gila, tadi itu namanya Bu Rosidah, rumahnya di desa sebelah. Dia tidak punya keluarga" Ibu mulai bercerita padaku, dan aku mulai paham bagaimana Bu Rosidah bisa ikut makan bersama kami. Ibu melihatnya duduk di masjid yang kebetulan berada persis di seberang rumah. Bu Rosidah terlihat pucat, dari obrolan ibu dan bu Rosidah, Ibu tahu kalo Bu Rosidah belum makan sejak kemarin, akhirnya ibu mengundang bu rosidah makan bersama kami.

"Nak, mengajak seseorang untuk makan bersama akan mencegah orang tersebut untuk melakukan perbuatan jahat, seperti mencuri" Ibu mengakhiri ceritanya. Aku mengangguk setuju.

Sekarang aku terduduk di depan komputerku, jari-jariku mulai bekerja, mataku menatap layar komputer dengan seksama. Tapi hatiku belum bisa tenang, seandainya saja.... seandainya saja aku lebih peduli pada sekitarku, sedikit saja aku peduli.... 
Hujan gemericik dari luar jendela di belakang meja kerjaku,,,,

Dia bukan siapa-siapa, aku bahkan tidak mengenalnya...
Tapi aku merasa kehilangan.....
Terima kasih, karena telah membuka kembali hatiku...
Semoga Tuhan memberimu tempat terindah....
Dimana buah-buahan dan makanan enak terhidang untukmu....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART