RAHASIA HATI

Lihat dan cobalah tuk coba engkau sadari
Tak semua berjalan seperti kau ingin
Tapi bagaimana kau menghadapinya
Yang terjadi ada hikmahnya
Perempuan biasa-Astrid

belum sempat mindahin (memindahkan-pen) foto-foto waktu liburan ke Malang dari laptop, berhubung lupa mulu mau mindahin ke flashdisk biar bisa kuupload di kompi jadi kali ini pengen nulis geje aja ^.^

Air Conditioner (AC) di kereta ini terlalu dingin. Aku mulai mengigil, sial...!!! selalu saja mengulangi kesalahan yang sama. Sudah berapa kali aku naik kereta ini dan tahu betul kalau AC di kereta ini dingin sekali, tapi masih saja tidak membawa jaket. Tentu saja kaos oblong tak akan mampu menahan dinginnya udara dalam kereta ini, seperti daging dalam freezer saja. Aku mencoba memejamkan mata, lelah. Suara bocah disampingku membangunkanku. Aku menegakkan sandaran kursiku, menatap keluar jendela. Gelap. Kurogoh handphone di sakuku. Lampunya menyala biru, ada pesan masuk. "udah minta maaf?atau merasa gak perlu minta maaf?" aku menghela nafas sejenak. Pesan dari Indy, temanku. Ya, aku barusan mengirimkan pesan padanya. Aku tak tahu kenapa, aku sedang dalam emosi yang buruk. Beberapa teman kukirimi pesan yang sama, berharap aku mendapatkan sedikit kelegaan dengan pendapat mereka. Salah satunya yang kukirimi pesan adalah Indy, dan satu-satunya yang memiliki opini berbeda adalah dia. Sebenarnya, teman seperti dialah yang bisa membuatku tenang, kenapa? Karena ketika aku cerita tentang suatu hal aku tidak mencari persetujuan, aku hanya mencari jawaban. Jawaban yang meyakinkanku, bukan persetujuan yang selalu mengiyakanku. Aku tidak mencari teman untuk sependapat denganku, tapi untuk meluruskanku. Meluruskanku saat aku mulai ragu dan salah.

Emosiku tiba-tiba memburuk, hanya karena pesan masuk yang awalnya berniat baik, menjadi disalahpahami dan berakhir buruk. Seorang temanku tiba-tiba mengatakan hal yang membuat emosiku memburuk. Aku mencoba memahami posisinya, tapi aku sepertinya gagal memahaminya. Kenapa? Seperti yang dikatakan Indy sebelumnya setiap orang menghadapi masalah dengan cara yang berbeda, karena dibesarkan di lingkungan yang berbeda. Masalah kecil buatku, bisa menjadi masalah besar buat orang lain. Mungkin, inilah yang menyebabkan temanku juga tak berkenan dengan ucapanku. Bukan aku tak ingin mencoba memahami perasaannya, aku hanya tak mau dia terlalu buru-buru yang tanpa disadari maupun dia sadari menyakiti orang lain. Sebenarnya, aku diposisi yang sama dengannya, bahkan mungkin lebih buruk. Tapi aku mencoba bersabar dan percaya Allah swt pasti akan memberikan jalan itu. Dia hanya tak pernah tahu kalau aku juga diposisi yang sama dengan yang dia rasakan, tapi apa aku terus menyalahkan orang lain? Tidak. Aku tak pernah ingin menyalahkan orang lain atas masalahku, aku tahu orang lain banyak membantuku meskipun dengan cara yang tidak sejalan denganku. Aku hanya mencoba menghargai usaha mereka.

Akhirnya aku kembali melihat ke dalam diriku. Benarkah aku ingin membantunya? Benarkah aku sungguh-sungguh ingin meringankan bebannya? Atau aku hanya ingin bermain-main dengan keadaannya? Kupejamkan mataku sesaat, aku ingin menangis. Entah kenapa. Aku menatap keluar jendela, anak kecil yang bermain dipangkuan aki-nya (kakek-pen) melihat ke arahku malu-malu, aku mencoba tersenyum menyapanya, menguatkan hatiku sendiri. Kubalas pesan dari Indy "udah... udah langsung minta maaf tadi, walaupun terkesan tidak serius". sent. Aku membetulkan posisi dudukku, kembali menatap gelapnya di luar sana. Semakin menggigil, ya Rabb... kapan kereta ini tiba di tujuanku. Aku memang sempat mengatakan maaf pada temanku tadi. Aku lebih memilih menahan diri tidak menanggapinya dengan mengatakan maaf dan mengakhiri pembicaraan. Meskipun setelah itu temanku masih mengoceh. Percuma kubalas. Dia tak akan mengerti. Pernahkah dia berpikir, bahwa aku juga diposisi yang sama seperti dia? Pernahkah dia melihat bagaimana aku juga tengah berusaha seperti dia? Lalu kenapa dia bisa berpikir bahwa aku tak mau membantunya.

Ping. Nyala biru kembali tampak di layarku. Pesan dari Indy "Merasa bersalah itu sudah cukup. Tak perlu memikirkan siapa yang salah kamu atau dia. Setidaknya kamu tahu perasaan temanmu, bahwa terkadang sesuatu yang tidak sesuai dengan harapan membuat kita bereaksi tidak sesuai harapan juga" aku tersenyum. Aku hafal betul dengan teori itu, aku sering mengatakan itu. Itulah sebabnya aku memilih diam dan mengakhiri percakapanku dengan temanku. Memilih mencari ketenangan dengan mengganggu teman-temanku yang lain dengan mencari jawaban yang meyakinkanku. Meyakinkanku bahwa aku harus bersabar dan mawas diri. Meyakinkanku bahwa apa yang dilakukan temanku adalah hal yang harus bisa kumaklumi, kupahami. 

Anak perempuan disebelahku masih bermanja-manja dengan aki-nya. Padahal dia punya tempat duduk sendiri di kursi sebelah bersama nini-nya (nenek-pen). Aku iri. Aku cemburu. Aku tidak pernah melakukan itu pada kakung-ku (kakek-pen). Dan kelak, anakku juga tidak akan bisa melakukan itu pada ayahku. Nak, semoga aki-mu panjang umur dan sehat selalu. Kelak jika kau dewasa, cintailah aki-mu seperti kau mencintainya saat ini. Suara customer service on train mengingatkanku sudah saatnya aku turun. Aku bersiap. Basa-basi sebentar dengan bocah perempuan dan aki-nya. Udara luar malam ini menghangatkanku. Serasa keluar dari freezer. Aku melangkahkan kaki keluar stasiun. Panasnya udara malam ini membuat badanku panas dingin. Seperti daging yang baru dikeluarkan dari freezer kemudian direbus dalam air mendidih. Kepalaku mulai sakit, sekarang aku tahu rasanya menjadi gelas yang diisi es batu kemudian diisi air panas. Mungkin, aku lelah. Mungkin, temanku juga lelah. Mungkin, semua orang lelah. Saatnya beristirahat. Biarlah rahasia hati masing-masing orang terbawa dalam tidur mereka dan menjadi rahasia selamanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART