BAPAK

Madiun,
Memaknai kembali tujuan hidup kita...

"Besok pagi ada tugas ke luar kantor Bu, masalah yang kemarin belum beres juga padahal sudah Bapak serahkan kepada Pak Natan. Sepertinya Bapak harus ikut turun tangan biar lekas selesai," malam itu Bapak berkeluh kesah pada Ibu. "Yang sabar Pak, namanya juga pekerjaan. Dijalani dengan ikhlas, insyaallah selesai," Ibu memberikan semangat pada Bapak. Usiaku masih 3 tahun bulan depan, dan aku tidak paham.

Pagi-pagi buta Bapak pergi ke kantor seperti biasa, berpamitan pada Ibu setelah meminum secangkir kopi. Tidak ada yang aneh hari itu. Kakak-kakakku tidak di rumah karena sudah bekerja keluar kota, aku hanya bermain air sembari menunggu Ibu mencuci dan memasak. 

Selesai mencuci dan memasak Ibu memintaku mandi. Layaknya anak lain, aku suka bermain air saat mandi. Berendam di ember sembari main hewan-hewan dari plastik kesukaanku. Sekitar pukul 11.00 ada telepon berdering. Ibu mengangkatnya. Aku masih asyik bermain air, Ibu terdiam. Panik. Menangis. Aku diam tak mengerti apa yang terjadi.

Seingatku, aku sudah berada di dalam mobil ambulans bersama Ibu dan kakak keduaku. Dipangkuan Ibu aku tidak memahami pasti apa yang terjadi. Aku hanya melihat Bapak berbaring dengan luka-luka di tubuhnya, tetapi darah tidak berhenti keluar dari mulut Bapak. Aku takut, aku tidak tahu apa yang terjadi.

Seminggu Bapak tidak di rumah. Kata Ibu, Bapak sedang sakit dan aku harus banyak berdoa. Ibu berpesan agar aku tidak rewel di rumah bersama simbah yang rumahnya di depan rumahku. Kakak-kakakku semua pulang. Aku dijaga bergantian. Kadang Ibu pulang ke rumah, kadang tidak. Malam hari aku tidur bersama kakakku. Kata mereka Bapak masih sakit, aku tidak boleh nakal.

Malam itu, saat aku bangun tidur rumahku penuh dengan orang-orang berdatangan. Aku digendong oleh orang yang tidak kukenal. Ibuku menangis, kakak-kakakku juga terlihat sedih, orang-orang silih berganti datang dengan wajah sedih. Ibuku tidak berhenti menangis. Aku hanya diam saja. tidak mengerti apa yang terjadi. Kakakku menggendongku dan bilang Bapak sudah pulang. Tapi aku hanya melihat Bapak dibungkus kain putih disekujur tubuhnya. Bapak diam saja, tidak bicara. Kata kakakku, Bapak sudah pulang ke rumah Allah swt, jadi aku harus berdoa buat Bapak.

Pagi harinya, aku hanya tahu banyak orang di rumahku. Bapak yang tidak bangun-bangun dibawa ke suatu tempat. Bapak dimasukkan ke tanah. Aku merasa kasian pada Bapak, tapi mungkin Bapak masih sakit jadi harus beristirahat dulu di sana.

Hari berganti hari, Bapak tidak pernah pulang ke rumah. Setiap kali aku bertanya pada Ibu, Ibu hanya menangis. Aku tidak berani bertanya lagi. Sore ini, hujan turun deras. Aku tidak tahu apakah Bapak kehujanan atau tidak. Aku duduk di depan pintu rumah menunggu Bapak pulang. "Kak... kita jenguk Bapak yuk, kasian Bapak kehujanan. Mungkin Bapak sudah sembuh," malam harinya aku memberanikan diri bertanya pada kakakku. Hujan masih turun dan Bapak masih belum juga pulang. "Adek banyak berdoa buat Bapak ya, insyaallah Bapak sudah bahagia di rumah Allah swt. Di rumah Allah swt, Bapak tidak akan kekurangan apapun. Tidak kehujanan, tidak kedinginan, jadi adek nggak perlu khawatir. Yang penting adek berdoa buat Bapak," aku tidak mengerti apa kata kakakku. Rumah Allah swt itu di mana? Bukankah Bapak dimasukkan ke dalam tanah dan sendirian di sana. Aku melihatnya sendiri waktu Bapak dimasukkan ke dalam tanah. Tapi aku tidak banyak bertanya, karena setiap kali aku bertanya, Ibu pasti menangis.

Tahun berganti tahun. Bapak tidak juga pulang ke rumah. Saat teman-temanku ke pasar malam bersama Bapak mereka, aku pergi bersama kakakku. Saat teman-temanku bercerita tentang pergi bersepeda dan memancing bersama Bapak mereka, aku hanya mendengarkan sembari berharap Bapak segera pulang. Hingga suatu hari aku mengerti bahwa Bapak tidak akan pernah pulang ke rumah. Hingga suatu hari aku mengerti bahwa Bapak kecelakaan dalam perjalanan menjalankan tugas negara. Hingga suatu hari aku mengerti bahwa aku tidak berbeda sendiri, tidak semua orang memiliki kenangan penuh bersama Bapak mereka. Aku berusaha menjaga ingatanku tentang Bapak meski hanya satu potong. Semoga Allah swt mengampuni dosa-dosa Bapak dan menempatkan Bapak di rumah terindah-Nya. Meskipun aku tidak bisa bersama Bapak di dunia ini, semoga Allah swt mengumpulkan kami di surga-Nya kelak. Aamiin.

Innalillahi wa innailaihi rojiun...
Sesungguhnya kami adalah kepunyaan Allah dan kepada Allah pula kami akan kembali...

*Mendengar berita Lion Air JT610 Jakarta-Pangkal Pinang pagi ini, mengingatkanku kembali bahwa kita semua adalah milik Allah swt. Semoga khusnul khotimah para pejuang keluarga....

"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata "Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un" (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya lah kami kembali." (Q.S Al-Baqarah : 155-156)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART