DELIA

Madiun,
Mencuri waktu di kantor...
Maaf...

"Aku akan sangat merindukanmu" aku memeluk Delia erat. Satu per satu teman-temanku juga melakukan hal yang sama. Delia tampak tersenyum, meskipun matanya berkaca-kaca. Hari ini adalah hari terakhir Delia di kantor. Delia memutuskan untuk resign. Keputusan yang bagiku sangat luar biasa. Sebelumnya, Delia sudah membicarakan hal ini denganku. Meskipun aku mendukung keputusannya, aku sendiri tidak yakin kalau aku bisa melakukan hal yang sama. Pada dasarnya, teori dan praktik tidaklah semudah kedengarannya.

Siang itu, setelah makan siang, aku dan Delia bicara serius. Delia memberitahuku tentang keputusan untuk keluar dari pekerjaannya, dan kembali ke kampung halaman suaminya. Aku cukup terkejut, karir Delia cukup bagus. Suaminya juga memiliki pekerjaan yang diidamkan banyak orang. Bisa kubilang, kehidupan Delia dan suaminya adalah kehidupan yang menjanjikan. Kenapa mereka memilih untuk keluar dari pekerjaan mereka? Dan alasan mereka lebih membuatku tak berkutik. Ibu.
Sudah setahun ini ibu Rama, suami Delia tinggal sendiri di kampung. Ayah Rama meninggal tahun lalu, dan saudara Rama tidak ada yang di rumah. Rama tiga bersaudara, satu kakak perempuannya sudah ikut suaminya tinggal di luar negeri, sedangkan adik laki-laki Rama juga sudah tinggal di luar kota. Sejak ayah mereka meninggal, sudah berkali-kali Rama dan saudara-saudaranya membujuk ibu mereka untuk ikut bersama mereka. Tetapi, setiap kali dibujuk jawaban ibu mereka sama "Tidak apa-apa. Ibu di sini saja". Meskipun mereka rutin setiap minggu bergantian menjenguk ibu, tetap saja ibu tidak berubah pikiran. Akhirnya Rama memilih untuk pulang ke rumah. Menjaga ibunya. Dan tentu saja, resiko yang harus diambil adalah melepas pekerjaan dan semua kehidupan Rama dan Delia di kota. 

Aku pernah bertanya, kenapa mereka tidak mencarikan teman saja buat ibunya. Setidaknya ada yang merawat dan menjaga ibunya. Tetapi jawaban Delia masih sama, Ibu Rama tidak mau. Kenapa beberapa orang tua tidak mau ikut dengan anaknya dan memilih tinggal di rumah mereka sendirian. Tidakkah itu egois? Apakah mereka tidak memikirkan anak-anaknya? Seperti Rama dan Delia, kehidupan mereka begitu baik, tetapi demi ibunya yang tidak mau ikut dengan mereka, akhirnya mereka harus melepaskan kehidupan yang mereka bangun dan impikan sejak kecil. Apakah itu bisa disebut kasih sayang? Tapi semua pemikiran itu, tiba-tiba menghilang. "Aku sempat ragu Ta, apakah ini keputusan yang tepat? Aku dan Rama berusaha membujuk ibu sedemikian rupa agar mau ikut bersama kami, tetapi jawaban beliau masih sama. Di sisi lain, Rama tidak tega membiarkan ibunya hidup sendirian. Aku tahu kegelisahan Rama, meskipun Rama tidak pernah mengatakan apapun padaku" Delia siang itu bercerita. Aku menatap tatapan sayunya, aku tahu Delia adalah seorang perempuan lemah lembut. "Lalu, apa Rama yang memintamu untuk kembali ke kampung halamannya?" aku ingin tahu. Delia menggeleng. Aku tidak mengerti.

"Rama tidak pernah memintaku, aku yang mengusulkan kepadanya untuk pulang ke kampung" jawaban Delia membuatku semakin tidak mengerti. "Aku telah lama memikirkan hal ini. Aku sempat ragu, apakah ini keputusan yang tepat?" aku masih jadi pendengar, tanpa menjawab apapun. "Setelah beberapa kali meminta petunjuk pada Allah swt, akhirnya aku yakin untuk mengambil keputusan ini. Aku mengatakan pada Rama, untuk pulang ke rumah saja, merawat ibu. Awalnya Rama sempat meragukan keinginanku. Berkali-kali dia meyakinkanku bahwa nanti kehidupanku di kampung akan sangat berbeda dengan kehidupanku sekarang. Aku sendiri juga tidak yakin apakah aku bisa menjalaninya, tapi aku terlalu mencintai Rama... aku sangat mencintainya Ta" entah apa yang dipikirkan Delia, kulihat matanya mulai berair, sembari mengusapnya dia kembali bercerita. "Aku, tidak ingin menjadi beban Rama di akhirat nanti" kalimatnya menamparku. Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa kering. Ada sesuatu berkembang di hatiku. Aku melihat Delia yang begitu cantik, dengan jilbab dan pakaiannya yang menutup aurat. Aku tidak pernah tahu, bahwa kecantikan Delia sebenarnya terpancar karena hatinya, perilakunya. "Maksud kamu?" pertanyaan itu keluar begitu saja, pertanyaan yang sebenarnya sudah sangat jelas jawabannya. "Aku ingin membantu Rama meraih surganya dengan berbakti kepada ibunya. Selama ini, Rama begitu baik padaku. Dia mengijinkanku untuk bekerja, dan melakukan banyak hal yang aku suka. Sedikitpun Rama tidak pernah mempermasalahkan apapun yang kulakukan. Dia selalu bilang, bahwa dia meridhoi apa yang kulakukan. Kebaikannnya kepadaku selama ini, membuatku ingin berbakti kepadanya. Sebagai seorang istri, aku berusaha menjadi istri yang baik agar kelak Rama tidak dibebani keburukanku. Dan ini salah satu caraku mencintainya Ta, membantunya agar bisa berbakti kepada ibunya, karena hanya ini yang bisa kulakukan buat dia".

Aku sama sekali tidak bisa menahan Delia untuk tidak keluar dari pekerjaannya. Delia menyampaikan semuanya dengan begitu jelas, dan aku tidak bisa membantah. "Apakah aku pantas jika mengatakan ibu Rama sangat egois Del?" entah kenapa pertanyaan itu muncul juga. Delia hanya tersenyum, menyentuh tanganku. "Ta, bisa jadi ketika kita tua nanti, kita juga akan melakukan hal yang sama. Rumah adalah segalanya bagi orang tua. Rumah, adalah tempat dimana orang tua kita berjuang dari nol, membesarkan kita, mendidik kita, tempat berbagi suka dan duka dengan orang-orang yang kita cintai. Jika sudah tiba waktunya, mungkin kita akan mengerti, dan tidak akan semudah saat ini kita bicara. Jika kita mengatakan bahwa ibu Rama egois, bisa juga ibu Rama mengatakan bahwa anak-anaknya egois. Pengorbanan orang tua terhadap anak-anaknya jauh lebih besar daripada pengorbanan anak untuk orang tuanya. Suatu hari, kita akan berada di posisi mereka, sebagai orang tua, saat itu kita akan menyesal karena pernah berbuat tidak baik kepada orang tua kita. Aku tidak ingin membuat Rama menyesal Ta." Delia kembali menutup mulutku dengan telak. "Apakah aku bisa seperti kamu Del?" tiba-tiba aku mempertanyakan kemampuanku sendiri. Apakah aku bisa melakukan apa yang Delia lakukan? Meninggalkan mimpi-mimpiku yang sudah kubangun sejak lama. Delia tersenyum, menepuk pelan lenganku. "Kamu bisa melakukan hal yang lebih dari yang kulakukan Ta, jika kamu berpikir bahwa aku meninggalkan mimpiku, kamu salah Ta. Apa yang kulakukan ini adalah salah satu caraku meraih mimpi." aku meragukan kalimat Delia. "Lalu, apa yang akan kalian lakukan nanti di kampung Del?" aku ingin tahu, bagaimana Delia mempersiapkan dirinya. "Aku belum tahu, mungkin aku akan merawat ibu dan anak-anak, aku bisa sedikit menjahit, aku bisa saja memulai usaha baru di rumah. Selain itu, Rama juga sedang mempersiapkan diri untuk membuka usaha, kamu tahu kan Rama tidak bisa bekerja di sawah jadi tidak mungkin dia bekerja di sawah, mungkin berternak, atau berdagang. Tapi saat ini, Rama sudah berusaha mencari pekerjaan di kantor pemerintah terdekat, meskipun gajinya tidak seberapa dibandingkan di sini, yang penting masih bisa bertahan hidup. Tabungan kami berdua juga masih cukup, anak-anak juga belum memerlukan banyak biaya sekolah. Doakan saja, rejeki kami lancar Ta. Selain itu, yang lebih utama adalah Allah swt akan selalu memberikan jalan untuk orang-orang yang berusaha dan berbuat baik." kalimat-kalimat Delia siang itu, membuka kembali hati dan pikiranku. Betapa aku sering melupakan janji Tuhan, dan mengkhawatirkan hal-hal yang tidak perlu dikhawatirkan. Betapa sering aku dilupakan oleh materi. Rakus terhadap dunia ini, mengejar apa yang sebenarnya hanya membuat hatiku mati. Betapa selama ini aku sering diperdaya oleh kesuksesan dunia, beranggapan bahwa orang dengan banyak harta, pekerjaan menjanjikan, rumah mewah, mobil mewah, pasti bahagia. Aku lupa bahwa banyak orang yang sukses secara dunia tapi hatinya kosong, mereka tidak bahagia dan berakhir bunuh diri. Berpikir masalah selesai dengan mengakhiri hidupnya. "Aku pasti akan sangat merindukanmu Del" aku mengucapnya dengan setulus hati. Siapkah aku jika suatu hari nanti harus mengambil keputusan seperti itu? Ketika cinta kita kepada orang tua ataupun suami kita harus dibuktikan, apa yang akan kulakukan? 

"Diriwayatkan bahwa Aisyah ra bertanya kepada Rasulullah saw,"Siapakah yang berhak terhadap seorang wanita?" Rasulullah menjawab,"Suaminya" (apabila sudah menikah). Aisyah ra bertanya lagi,"Siapakah yang berhak terhadap seorang laki-laki?" Rasulullah menjawab,"Ibunya". 
(HR. Muslim)

Rasulullah saw bersabda,"Diperlihatkan neraka kepadaku dan aku melihat kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita, mereka kufur" para sahabat bertanya,"Apakah disebabkan kufurnya mereka kepada Allah?" Rasulullah menjawab,"(Tidak), mereka kufur kepada suaminya dan mereka kufur kepada kebaikan. Seandainya seorang suami dari kalian berbuat kebaikan kepada istrinya selama setahun, kemudian istrinya melihat sesuatu yang jelek pada diri suaminya, maka dia mengatakan,'Aku tidak pernah melihat kebaikan pada dirimu sekalipun.'"
(HR. Al-Bukhari dan Muslim)


*Untuk teman-temanku yang luar biasa,
Aku mengagumi kalian yang mampu membuat keputusan dengan segala pengorbanan yang kalian buat...
Percayalah, keputusan kalian untuk tetap bekerja atau memilih resign sama-sama hal yang luar biasa....  

cerita selanjutnya part. 2

Komentar

Postingan populer dari blog ini

INTROVER

WEEKEND... ALUN-ALUN KOTA MADIUN SEASON

WEEKDAYS.... CANDI SADON PART